Magetan-numedia
Gerakan kelompok radikal yang anti NKRI menyasar kaum milenial dari lembaga pendidikan, baik sekolah atau kampus-kampus. Kaum milenial harus mewaspadai gerakan gerakan yang merusak nasionalisme dan sikap toleran.
Hal tersebut, disampaikan oleh Dr. H. Lutfi Aminudin, Dosen IAIN Ponorogo, dalam acara “Pengajian umum pemantapan kewaspadaan nasional dan penanganan konflik sosial” yang diselenggarakan PC LP Maarif NU Kabupaten Magetan, bekerjasama dengan Bakesbangpol Magetan, di Aula SD NU Magetan, Selasa, (29/06/2021).
Menurut, Lutfi, biasanya, di dalam kampus mereka sering mengadakan halaqoh, kajian, liqo’ dan sejenisnya. Tujuannya untuk menghancurkan generasi nu 25-30 tahun mendatang. Mereka juga mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, semisal tahfidzul qur’an. “Kalau mau ke tahfidzul qur’an lihat dulu sanadnya, apakah sambung sampai rosululloh, dan apakah itu pondok NU atau bukan,” terangnya.
Bercermin kepada beberapa negara timur tengah yang porak poranda, gara gara gerakan radikal, bisa jadi akan digeser ke indonesia. “Dulu-dulu yg dikonflikkan NU vs Muhammadiyah, tidak mempan. Maka diciptakan kelompok-kelompok baru. Namun, Indonesia susah dihancurkan, karena punya jimat. Jimatnya apa? Nahdlatul ulama,” tambahnya. Sepanjang NU masih kuat, maka Indonesia tidak bisa diobrak-abrik.
Senada dengan itu, Bupati Magetan, Suprawoto, mengatakan, Islam mengatur umatnya dalam banyak aspek. Diantaranya akhlaq, pendidikan dan toleransi. Termasuk toleransi dalam umat beragama. “Tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk saling bermusuhan dengan agama lain,” kata Kabid Kewaspadaan Bakesbangpol, Dandun Widya Kusuma yang membacakan sambutan Bupati Suprawoto.
Sementara itu, Ketua PCNU Magetan, KH Manshur, menyampaikan, addinu nasihat, agama adalah nasihat. “Salah satu inti dari agama adalah tepo sliro, apabila diaplikasikan dengan sesama muslim “jika tidak ingin dibully, jangan membully. Jika tidak ingin difitnah, jangan memfitnah, apalagi di zaman medsos seperti sekarang ini,” jelasnya. (mr/er)